YOGYAKARTA | suara-aceh.com- Dibawah langit senja Yogyakarta yang berseri, saksi bisu sejarah baru terpatri di Graha Sabha Pramana, Universitas Gadjah Mada. Rabu, 30 Juli 2025 menjadi momentum istimewa bagi seorang dara belia: dr. Azizy Gladylola Mastura.
Dengan langkah mantap, Azizy melangkah menuju pelantikan dalam upacara Sumpah Dokter Periode IV Tahun Akademik 2024/2025. Bukan sekadar gelar akademik yang ia raih hari itu, tetapi simbol pengabdian, awal dari tanggung jawab moral sebagai seorang dokter.
dr. Azizy adalah putri kedua dari Mayjen TNI (Purn) Achmad Daniel Chardin mantan Pangdam I/Bukit Barisan yang juga pernah menjabat Kasdam Iskandar Muda. Meski lahir dari darah militer, Azizy memilih medan perjuangan yang berbeda: bukan dengan senjata, melainkan dengan stetoskop, ilmu, dan empati.
Dalam pesan singkat penuh makna, sang ayah menyampaikan rasa syukurnya,
"Lusa sumpah dokter puteri saya ke-2, Azizy... Alhamdulillah... Siap untuk memulai pengabdiannya untuk masyarakat yang butuh kemampuan dokter. Semoga berkah... Aamiin YRA..."
Kata-kata itu sederhana, namun sarat makna. Bagi sang jenderal, kelulusan Azizy bukanlah akhir, melainkan awal dari perang yang lebih sunyi: melawan penyakit, memeluk luka, dan menyembuhkan jiwa.
Pengabdian yang Lahir dari Ketekunan.
Di balik kelulusan itu, tersimpan kisah panjang tentang perjuangan sunyi di ruang kuliah, laboratorium, dan malam-malam penuh ujian. Azizy bukan hanya cerdas, tapi juga dikenal sebagai pribadi yang penuh empati dan rendah hati, karakter yang menjadikannya sosok ideal dalam dunia medis.
“Dengan penuh rasa syukur, kami persembahkan: dr. Azizy Gladylola Mastura. Di awal langkahnya menggapai asa, wujudkan bakti pada sesama,” ucap salah satu anggota keluarga saat menyambut kelulusannya.
Sumpah yang Menjadi Janji Hidup.
Upacara sumpah dokter adalah ritual sakral yang menjadi tonggak awal karier seorang tabib. Di sana, setiap nama yang disebut bukan hanya menandai kelulusan, tetapi juga pernyataan komitmen pada kemanusiaan.
Di hadapan para dosen, sejawat, dan keluarga, dr. Azizy mengikat janji. Ia siap mengabdikan dirinya untuk menyembuhkan, merawat, dan hadir bagi mereka yang memerlukan.
Melanjutkan Warisan dalam Wujud yang Berbeda.
Azizy membawa semangat pengabdian dari sang ayah, tetapi menjalaninya dalam jalur berbeda. Jika sang jenderal membela negara di medan perang, Azizy memilih untuk menjadi penjaga harapan di ruang-ruang perawatan.
Di pundaknya kini tertambat harapan puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang. Tak hanya sebagai dokter muda, tetapi juga sebagai simbol keberlanjutan nilai: bahwa pengabdian tak selalu harus lantang, kadang hadir dalam keheningan ruang praktik dan tatapan penuh empati.
Semoga cahaya ilmu dan kasih yang dimiliki dr. Azizy Gladylola Mastura menjadi pelita bagi mereka yang kehilangan harapan. Dan semoga, dalam setiap sentuhan dan diagnosis, terselip doa serta warisan kasih yang tertanam dalam darahnya. (Pangwa)

